MAIN HATI



MAIN HATI : Dulu dalam pemikiran saya yang memiliki kecenderungan lebih sering untuk bermain-main dengan hati adalah LAKI-LAKI. Alasannya kenapa? Simple sejauh daya baca dan penglihatan saya laki-laki adalah makhluk visual, ngeliat perempuan terlihat ‘lebih’ secara fisik sudah belingsatan dan bisa juga karena ada ‘image’ memiliki perempuan lebih dari satu itu membanggakan “Lananging Jagad”. Dulu menurut saya laki-laki lah yang pandai merayu dan menggoda perempuan. Perempuan ibarat jinak-jinak merpati seperti lagu Iwan Fals, oleh karena perempuan lebih menggunakan telinganya yang akhirnya luluh juga dengan rayuan maut para laki-laki. 

Hingga sebuah peristiwa membuat saya untuk berdialektika dengan pemikiran-pemikiran saya sebelumnya. Saya mengenal seorang dokter. Dokter ini sangat menginspirasi baik secara personality dan juga kisah rumah tangganya yang ‘terlihat’ manis. Dokter ini dokter curhat. Saya mengenalnya bukan karena sering curhat ke beliau hehehe, lebih kepada mengantarkan beberapa PEREMPUAN yang memiliki kisah cinta ‘menye-menye’. Karena yang selalu saya antarkan ke dokter curhat adalah perempuan. Otomatis pikiran alam bawah sadar saya membuat simpulan sederhana bahwa yang main hati itu (selalu) LAKI-LAKI, yang bikin runyam sebuah relationship itu laki-laki, yang membuat perempuan menangis bombay itu laki-laki. Intinya, nggak ada bagus-bagusnya laki-laki yang menumbangkan hati perempuan yang saya temani ke dokter curhat kala itu. 

Geram? Iya, kejadian tersebut sekaligus pembuktian dari wacana tentang perempuan yang selama ini saya pelajari. Perempuan dalam patriarki memiliki kecenderungan untuk (selalu) menjadi objek otomatis imbuhan di- melekat seperti disakiti, dibohongi, dimainin hatinya sedangkan laki-laki berperan sebagai subjek dengan imbuhan me- yang melekat seperti laki-laki itu menyakiti, membohongi, memainkan hati.  Image laki-laki gitu banget ya hehehe. Ya, gimana situasi dan kondisi kala itu yang membuat saya menyimpulkannya.
Sampai pada masanya hati saya dibolak-balikan.. saat saya mendengar kabar dari sahabat saya kalau dokter curhat sedang ‘dekat’ dengan seorang perempuan. Shock? Iya pasti, karena setau saya dokter curhat sudah berkeluarga dan sangat mengistimewakan istrinya kala itu., kok bisa dekat dengan perempuan lain? *jeng-jeng*. Seketika saya dan sahabat saya kecewa. Lho, hubungannya apa? Tentu ada, orang yang menginspirasi jatuh juga dalam lubang main hati pikir kami kala itu. Semua laki-laki ternyata sama saja. Lagu “Tidak Semua Laki-laki” sepertinya hanya bualan. Tetapi, setelahnya saya mulai berpikir dari sudut pandang yang berbeda lebih ke denial sih ya, jurus perempuan dalam situasi belum berdamai hahaha. Akhirnya saya sedikit kepo hehehe radar saya mulai menyala sampai pada informasi yang valid jika dokter curhat memang telah divorce. Mengetahui kenyataan itu bukan malah simpati justru judgement saya lontarkan dalam hati “bagaimana bisa orang yang selama ini mampu memberikan solusi untuk semua hal lebih-lebih mengenai kisah percintaan tidak mampu mempertahankan jalinan relationshipnya. Mulailah saya dan sahabat saya membuat simpulan “perempuan objek dan laki-laki subjek” pastilah ini dokter curhat yang main hati pernyataan saya diiyakan langsung oleh sahabat saya  sambil berucap “unfriend ajalah semua sosmednya” “baiklah” jawab saya cepat. Wow, ekstrim ya hehehe.. itulah cara kami move on dari kekecewaan. 

“Kak, ketemuannya hari selasa sama dokter curhat, bisa?” ucap Dedek “Oh, ok” jawab saya singkat. Terkadang banyak kebetulan-kebetulan dihidup ini yang tanpa sengaja justru mampu menyelesaikan peristiwa yang belum benar-benar usai. Sampailah kami bertiga bertemu kembali dengan dokter curhat, saya berusaha bersikap sewajar mungkin walaupun jujur uda pengen banget buat menginvestigasi mengenai kisah pisah dirinya dengan pasangannya. Kali pertama dokter curhat menceritakan beberapa kisah teman-temannya yang diberikan sebuah probematika hidup hingga sampai pada titik nol sebuah kepasrahan kepada Allah SWT tetapi justru saat berada pada titik nol Alloh SWT dengan tanganNya memberikan energy begitu besar untuk memberikan mereka masa kebangkitan.  “Seperti saya” sahut Dokter Curhat tiba-tiba. Sontak saya terkejut sekaligus antusias “nah, topiknya sampai juga” sahut saya dalam hati “saya divorce” ucap dokter curhat lagi “kenapa?” Tanya saya sedatar mungkin, mendengar pertanyaan saya dokter curhat terdiam “Selingkuh?” Tanya saya meraba-raba “iya” jawabnya “siapa” Tanya saya kembali, dokter curhat terdiam “istrinya?” sahut saya “Iya” jawabnya dengan suara yang berat dan terkesan ditahan “kok bisa?” Tanya saya penasaran “sebenarnya saya tidak mau membuka kembali, tapi berubung kamu sudah tahu sepertinya harus saya jelaskan” suaranya masih terlihat sangat berat. “Jadi enam bulan persiapan pernikahan saya dengan pasangan. kami mulai menyiapkan semua kebutuhan pernikahan mulai dari gedung, baju, undangan seperti pasangan pada umumnya yang akan melangsungkan pernikahan, kala itu pasangan saya juga mulai mengenal lelaki lain, saya sudah beberapa kali mendengar kabar dari orang terdekat tetapi saya acuhkan, sampai pada saat undangan telah disebarkan ada peristiwa yang mengharuskan saya untuk menanyakan kembali keseriusan pasangan saya dan mengenai lelaki itu pula, pasangan saya mengatakan tetap lanjut dengan saya. Setelah menikah kami LDR karena pasangan saya bertugas diluar kota dengan catatan weekend kami bertemu, saya berusaha memberikan surprise dengan mengunjungi tempat istri saya bertugas diluar kota  tetapi beberapa kali saya tidak dibukakan pintu karena istri saya sedang tidur pulas akhirnya saya pulang dengan hampa. 

Singkat cerita saya menemukan beberapa bukti melalui email istri saya di laptopnya telah terjadi beberapa kali percakapan istri saya dengan lelaki itu , saya print lalu saya konsultasikan dengan seorang pemuka agama “hanya by email, tidak bertemu langsung, pertahankan lakukan kewajibanmu sebagai suami” ucap beliau. Tetapi sepandai-pandai menyimpan sesuatu yang tidak baik akan terlihat juga, kala itu ipad istri, saya bawa lalu saya buka browser masuklah di email, ternyata email lelaki itu, saya mulai membacanya oh seperti yang sudah saya print, ini juga, ini juga, tapi ketika sampai kebawah seketika hati saya hancur berkeping-keping mereka tidak hanya selingkuh hati sepertinya lebih dari itu. Saya masih memilih diam, memilih mempertahankan hingga berimbas pada kesehatan fisik saya yang semakin menurun, kalau dibilang hancur saya hancur, tapi setelah saya berpikir dengan keras untuk kebaikan kami berdua sebaiknya kami sudahi,  karena saya tidak melihat kebahagiaan dimata istri saya, saya menyiapkan semuanya dalam keadaan kondisi tubuh yang semakin drop pada akhirnya saya tumbang juga dan harus dioperasi. Luka hati dan fisik masih basah ketika saya harus mondar mandir mendatangi sidang perceraian. Disitulah saya benar-benar berada pada titik nol, benar-benar tak berdaya sampai saya pasrahkan dan benar-benar mendekatkan diri dengan Allah SWT. Setelahnya masa kebangkitan dihidup saya datang, seperti yang kamu lihat. Itulah masa ketika saya mulai sedikit optimis. Mulai mampu ‘berjalan’ walaupun tertatih-tertatih. Mulai dipertemukan oleh Allah SWT dengan seorang perempuan.  Mulai mampu menggoreskan pena dengan cerita-cerita manis. Yach, gairah hidup saya telah kembali. 

MAIN HATI : Sekarang dalam pemikiran saya yang memiliki kecenderungan untuk main hati adalah MANUSIA. Sebagaimana kita terlihat sempurna, membuatnya sempurna tetapi jika tidak ada rasa bersyukur kita tidak akan pernah puas dengan apa yang kita miliki, begitupun dengan pasangan. Pasangan adalah dua karakter yang menjadi satu, oleh karena itu dalam menjalaninya kita perlu memainkan peran agar menjadi The Perfect Blend.  
Semua orang bisa berubah. Baik kearah yang baik atau yang nggak baik yang perlu dilakukan oleh pasangan adalah memahami dan memberikan waktu. Saat itulah kita bermain peran apakah sebagai campers yang menemani pasangan kita minum, cavemen yangt memberikan pasangan kita ruang untuk sendiri, atau climbers yang mengangkat dia naik untuk meraih mimpi-mimpi bersama-sama kalau sudah ‘lelah’ barulah menjadi quitters memilih untuk tidak lagi tinggal.
Terkadang manusia juga dikelabui dengan perasaan cinta namun jika dilihat kembali itu bukanlah cinta tetapi sebuah obsesi, rasa ingin memiliki berlebihan. Sampai akhirnya menggunakan berbagai cara untuk mendapatkannya, mendapatkan kebahagian diatas air mata seseorang. Temukanlah hati, kemapanan, kesetiaan dan keimanan dari seseorang tanpa memberikan air mata. Karena, cinta adalah sebuah ketulusan bukan sebuah pencapain.

0 komentar:



Posting Komentar