Jejak Pantai




Kamu perempuan yang sedang terdampar di sebuah pantai. ‘Pantai’ itu adalah sebuah lambang kesempurnaan cinta yang selama ini diraihnya. Di pantai itu tinggal seorang laki-laki yang merupakan sosok sempurna yang selama ini dimimpikannya. Namun, trauma masa lalu membuat perempuan itu tak ada keberanian untuk memperjuangkan perasaannya. 

Jadi, aku disini. Terdampar di pantai ini, buih ombak lebih putih, laut lebih biru. Aku suka di sini. Bisa merengkuh tiap bulir-bulir pasir, memandang lekat tubuhmu. Kurasa ini titik kulminasi dari petualanganku. Kutemukan kamu disini. Di pantai ini perasaanku, hatiku semburatkan merah tanpa ragu. 


Semasa silam, matamu telah mengikatku, tak ada alasan untuk berpaling meninggalkanmu. Walaupun hati sering kali babak belur oleh pengkhianatanmu. Sungguh aku tetap bertahan, sekuat ini menanggung rasa padamu. Hatiku telah terhukum olehmu. Siap tercabik-cabik tetapi aku tersenyum merelakannya. Karena bagiku ditengah luka masih siratkan bahagia. Bahagia itu ada kamu.


Pantai ini penyempurnaan luka lamaku. Pencarian ini berhenti untuk sesosok di pantai ini. Kesakitan semasa silam telah membuatku begitu sulit untuk melakukan sebuah pengakuan. Jika pantai ini begitu indah, begitu sempurna. Aku terlalu takut untuk tegelincir lagi. Disini di pantai yang begitu indah aku hanya diam. Tak berani merengkuhmu. Hanya memandangmu lekat. Berharap tak merasakannya sendiri, tetapi bersamamu. 


Aku perempuan. Itu bukan tugasku untuk mengutarakannya. bukan obsesi secara blak-blakan. Obsesi itu sudah mematikan hati. Mematikan taman cinta di relung hati. Ruang itu dibiarkan tandus. Tak ada kesempatan yang diberikan untuk tumbuh pohon perdu lain. 


Sekarang, cerita masa silam itu menguap begitu saja. aku tersadar dari tidur panjangku. Sialnya, semua itu dibayar dengan waktu sehari. Aku tersadar. Wujudmu selama itu hanya sekotak imaji yang dibuat oleh pikiranku. Kesempurnaanmu wujud alam sadarku. 


Jejak pantai itu mulai kutelusuri kembali, begitu tandus selama ini tak pernah diberi satu kesempatanpun. Ombak datang kemudian enyah seketika. Aku baru menyadari obsesi itu hanya dalam pikiran. Aku menggelepar seketika.