Kooffee+Roof Bar I Miss Chic




Bingung mau mencari destinasi romantis plus ramah dikantong dengan pasangan?. Nah, destinasi Miss Chic kali ini bisa menjadi pilihan kamu. Kali ini kami memilih Kooffee+Roof Bar Surabaya yang terletak lantai 11 G Suites Hotel Surabaya. Letaknya di lantai 11 menyajikan city view yang indah, lebih-lebih ketika malam hari. Kooffee+Roof Bar menawarkan hidangan Asian dan Westren Delight dengan pilihan menu breakfast, main course hingga dessert, sebagai pendampingnya disajikan berbagai minuman yang menggugah selera. Harga berkisar dari Rp. 25.000+++.

Kami datang saat tempat ini belum buka pada hari itu, kepagian hehehe. Tetapi kami nggak sendiri ada beberapa anak-anak muda yang juga menunggu Kooffee+Roof Bar buka. Selagi menunggu buka, kami habiskan waktu dengan mengabadikan tiap sudut cafĂ© tersebut karena kami nggak ingin melewatkan interiornya unik, hasil karya dari seniman-seniman muda terbaik di Surabaya. 

Kooffee+ Roof Bar Surabaya
Lt. 11 Hotel G-Suites Surabaya
Jln. Raya Gubeng No. 43 Surabaya
Senin - Jumat 14.00-22.00
Sabtu - Minggu 12.00-23.00

Wifi-Zone

Budget: 25.000-100.000/person


Selamat Hari Kelahiran



Bukan tanpa alasan kelahiran untukmu lelakiku diletakkan olehNYA dipenghujung tahun, Kiranya itulah sebuah keberuntungan untuk merefleksikan segala hal yang telah dilalui selama setahun ini, sekaligus saat yang paling manis untuk menuliskan harapan-harapan indah ditahun depan.

Segala do'a terbaik untukmu lelakiku, selalu diselimuti bahagia dalam langkahmu, direstui olehNYA, diberikan kesehatan selalu.

Semoga ditahun depan antara kamu dan aku tidak lagi berjarak istilahnya aku dan kamu, melainkan telah menjadi kita. Kita yang telah mengikat janji suci, melangkah bersama saling menatap dan bergandengan tangan, diliputi selalu dengan balon-balon keceriaan. Amin3x. 




With Love



28 Desember 2015

(setidaknya) KAMI (telah) BERBUAT



“Apa boleh buat, jalan seorang penulis adalah jalan kreativitas, di mana segenap penghayatannya terhadap setiap inci gerak kehidupan, dari setiap detik dalam hidupnya, ditumpahkan dengan JUJUR dan TOTAL, seperti setiap orang yang berusaha setia kepada hidup itu sendiri-satu-satunya hal yang membuat kita ada.” (Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara). Ya, menulis adalah sebuah proses kejujuran seperti yang diungkapkan oleh Seno Gumira Ajidarma. Begitupun pada saat kami menuliskan buku Menuju Wujud Surabaya Kota Literasi. Kami merasa sebagai orang yang sangat beruntung karena sebagai generasi muda menjadi saksi mata proses perjalanan Perpustakaan Umum Kota Surabaya saat memberi kemilau dalam pemaknaannya. Tetapi layaknya peribahasa “Semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya” inilah yang kemudian kami rasakan. Puncaknya pada saat kami membaca sebuah komentar di sosial media (facebook) yang dilontarkan oleh seorang guru. Kami memahami bahwa lontaran komentar tersebut sejatinya adalah sebuah informasi pada kami sebagai bahan evaluasi. Beliau menuliskan bahwa “Di kota Surabaya ada SD rujukan yang akan dikuatkan dengan konten literasi. Agaknya kondisi literasi di SD tsb memprihatinkan saat tim Kemendikbud kemarin visitasi”. Akan tetapi yang mengusik benak kami adalah beliau berperan sebagai penerima informasi agaknya berhati-hati untuk menyematkan kata “Memprihatinkan”. Batin kami terusik, begitupun batin teman-teman seperjuangan kami yang kami menyebutnya sebagai Pejuang Literasi ketika apa yang selama ini kami lakukan dan perjuangkan begitu mudahnya mendapatkan komentar memprihatinkan hanya dari sebuah informasi sepihak. Begitulah kiranya sebuah informasi tidak hanya bertujuan memberikan berita kepada orang yang mulanya tidak tahu sehingga orang tersebut mengerti atau memahaminya juga mampu digunakan sebagai alat ‘pencitraan’ sekaligus ‘menjatuhkan’.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami pada beliau melalui tulisan sederhana inilah kami sebagai seorang Petugas Teknis Pengelola Perpustakaan yang merasa beruntung karena menjadi saksi mata proses perjalanan Surabaya mencanangkan sebagai Surabaya Kota Literasi mengajak beliau untuk menjelajahi kondisi SD tersebut melalui tulisan karena seperti peribahasa “Tak kenal maka tak sayang”. SDN Bubutan IV adalah sebuah sekolah dasar negeri yang memang terletak bisa dikatakan dipusat kota, tetapi mayoritas latar belakang para siswa berasal dari kalangan menengah ke bawah, masih terngiang-iang dibenak kami pada saat kali pertama kami berkunjung “Ya, pantaslah anak-anaknya berprestasi, pasti yang sekolah di SDN Bubutan IV semua orang tuanya berkecukupan dan peduli dengan pendidikan” sahut kami “Mbak, SDN Bubutan IV mayoritas justru dari kalangan menengah ke bawah, mbak tahu anak yang tadi? Itu rumahnya disebelah rel kereta api, orang tuanya membuka kios kecil” jawab Ibu Budi selaku Kepala Sekolah kala itu “Lha masak ibu? Tapi bisa punya banyak prestasi? Begitu tertib, santun, suka membaca, dan membuang sampah pada tempatnya” kata kami masih meragukan “Semua itu karena pihak sekolah ingin membuat sekolah ini layaknya rumah kedua bagi mereka, membuat perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan, mendidik mereka, khusus yang membuang sampah itu perlu dua tahun untuk membudayakan, tidak mudah karena di rumah mereka tidak mendapatkan dari orang tua, sehingga mereka sangat merasa nyaman di sekolah”. Kata ibu Budi menjelaskan kembali.
Begitupun dengan proses literasi di SDN Bubutan IV tidaklah mudah, semua berproses, melalui komitmen bersama dengan stake holder terkait (Pemerintah Kota Surabaya antara lain Dinas Pendidikan, Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya, Seluruh Civitas Akademik SDN Bubutan IV, Orang tua dan Wali Murid) kami berjalan bergandengan untuk menyukseskan program Surabaya Kota Literasi. Berawal dengan merevitalisasi fisik perpustakaan sesuai dengan standart nasional lalu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) para siswa melalui kegiatan literasi dengan membuat dan melaksanakan Kurikulum Wajib Baca, Membaca 15 menit di jam ke-0, Sudut Baca untuk proses pembiasaan membaca. 
Proses Learning by Doing mengiringi langkah kami dalam membangun Surabaya sebagai Kota Literasi untuk itu agar mencapai hasil maksimal kami tetap belajar dengan para ‘guru’ yang paham akan literasi. Dengan adanya SDN Bubutan IV kota Surabaya yang penuh keterbatasan kami ingin menginformasikan bahwa keberhasilan sebuah program tidak hanya bermuara pada jumlah dana program tetapi sinergi serta komitmen bersama. SDN Bubutan IV adalah sebuah potret from zero to hero.
Kami menggaungkan Perpustakaan sebagai Jantung Sekolah sekaligus tempat yang sangat menyenangkan bagi anak-anak, pergi ke perpustakaan dan membaca tanpa ada unsur paksaan sekalipun. Oleh karena itu semua petugas perpustakaan harus memiliki unsur kerja 5 R (Rajin, Resik, Rapi, Rawat, Ringkas) dan 5 S (Salam, Senyum, Sapa, Sopan dan Santun). Setelah proses pembiasaan berhasil kami mengarahkan pada proses pembelajaran melalui Kelas Literasi Asik antara lain Membaca Cepat yang dalam prosesnya ternyata yang kami lakukan oleh beberapa pakar pendidikan lebih pas jika diistilahkan dengan Teknik Membaca, Memahami isi bacaan, Meresume, Menceritakan kembali isi buku yang telah dibaca dan Menulis buku.
Kegiatan Kelas Literasi Asik ini kami kemas sangat menyenangkan tanpa sedikitpun ada unsur paksaan, seperti yang telah diasumsikan oleh beberapa pihak dengan menemukan anak menghafal berarti diasumsikan adanya kegiatan paksaan, asumsi tersebut sungguhlah keliru. Karena kami meminta anak-anak untuk memahami isi buku yang telah dibaca tanpa ada unsur paksaan, kami ingin anak-anak mencintai literasi bukan justru menakutinya, tetapi jika pada akhirnya anak terlihat menghafal tidaklah sepatutnya jika dikatakan adanya unsur paksaan. Bisa jadi dalam proses memahami buku beberapa anak lebih menyenangkan dengan proses menghafal. Seperti yang disampaikan oleh Rezki Yuniandari, Psi., “Kemas bentuk hafalan dengan aktivitas bermain, sehingga informasi yang disimpan bertahan lama. Aktivitas menghafal juga sarat manfaat. Tentu dengan cara yang benar dan tepat”. Dengan cara yang benar dan tepat antara lain (1) Pastikan semua bentuk hafalan itu menyenangkan buat anak (2) Usahakan hafalan dikonkretkan (3) Cari situasi yang tepat (4) Lakukan secara bertahap, sedikit demi sedkit (5) Lakukan kegiatan bermain secara bersama-sama (6) Pelajari gaya belajar anak (7) Hindari Pemaksaan (8) Beri pujian saat anak mengusainya.  Kami sangat menghormati proses dialektika antara Akademisi, Pakar dan Praktisi mengenai literasi karena itu dalam melaksanakan pembiasaan dan pembelajaran mengenai literasi kami belajar dari berbagai sumber misalnya mempelajari Kelasnya Manusia, Memulai Kelas dengan Ice Breaking agar anak-anak merasa senang, Display Kelas, Story Telling atau mendongeng, mengundang para pakar untuk berbagi ilmu dll.
Surabaya sebagai Kota Literasi adalah sebuah proses, sedang berbuat dan sebuah stimulus untuk daerah-daerah lain di Indonesia. Oleh karena itu, semua bermuara bukan pada sebuah keraguan, ketidakpercayaan dan penilaian siapa yang lebih memprihatinkan dan siapa yang lebih hebat, tetapi bermuara pada tujuan bersama yaitu semua anak-anak Indonesia mendapatkan keadilan informasi khususnya melalui program literasi. Semoga.