Puisi ini melihat kota layaknya jiwa
kehausan
“mimpi —abadikan diri, baju
kebangsaan dalam
kebanggaan….empat tahun lamanya.”
lebih dipersempit, sekarang
bicarakan
gang sempit itu.
Aku tahu betul apa yang kau
tanyakan,
sebut saja jalan Dharmawangsa 6
depan Graha Amerta
ke 6-nya, itu naungan para gadis
kujelaskan—rumah bercat coklat
pucat,
bisa dilihat, menjulang berlantai 3.
seperti dukaku mengabur
ketika pintu terpecah….bau basi
sepatu
memecah kejenuhan rasa
tak tahu betul, mengapa tumpukan
sepatu menghiasi
—tanpa pemilik….melankolia jejak
kehidupan.
aku berada dilantai dua.
Kotak persegi kelima, pengap sedikit
memudar.
adanya jendela. Tepat pada derajat
pertengahan.
Mawar mati,
disebelah ranjang.
Hadirkan mimpi
disini hidup dalam dekapan masa
depan
senyap, ahad
yang menggurat sendirian
ruang-ruang
butuhkan udara
biarkan aku—
menghirup tanpa batas
0 komentar:
Posting Komentar