Ibarat Menanti Teratai Membeku


Ketika kemarau hadir dan teratai
mengais setetes embun
seseorang terpaku menatap di sana,
menanti sebuah pertemuan
pengharapan

guyuran air tak pernah ada
dan kelu,
mengering asaku
di kekeringan
gauli hari-hari; mungkin akar atau batu pualam
yang memberi penopang
akan penantian

berupa titik-titik hujan yang disuburkan
     pertemuan 
di tengah danau
teratai menanti sendiri
bisikkan pelan
hujan belum juga mengabarkan musimnya
jeda di akhir, kekeringan melanda
gerimispun dinanti
melegakan asa; menjadi nada membahagiakan
dan waktu, semacam kenyataan rembulan
sinarkan di malam,
warta atas teratai; penghujan sisakan angan
tak ada pertemuan
diam-diam terkulai
kelopak teratai terbang 
teriakkan
enyahkan kemarau
bawa aku ke titik-titik hujan
menggambarkan parasnya
keheningan danau berulang
acuhkan teratai
dalam keheningan menampakkan
lelumutan mengusik 
teratai tak segera kuncup
akar membawa mimpi tersesat
mengancam teratai
menyusun asa terpatah-patah
mengharap, menanti
ngelangutkan
air keruh nan gelap
namun pandangan kan tegak
menatap rembulan
di ujung awan mendung,
mengharap kan mengguyur
selaksa tatapanmu merekahkan bunga
belaianmu menyentuh dedaunan hati
aku merintih—harap, tak terberi
pertautan
lekatkan
lunglai
tentangmu
segala laku awan enggan menyapaku
angin tak ada iba sebagai pertanda
kini tebaran bintang; serupa lampion bertaburan di angkasa
melas—teratai ampunkan nila
jika memang adanya
tak ada waktu,
aku membeku
di tengah kemarau


0 komentar:



Posting Komentar